Company Review: Air Asia

Company Review: Air Asia


Salah satu cara perusahaan menyerap dana dari masyarakat adalah dengan mencatatkan diri ke Bursa Efek Indonesia (BEI) atau biasa dikenal dengan Listing. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang mencakup bentuk badan hukum, masa operasional, laba usaha, net tangibel asset, dan pendapat laporan keuangan audit 2 tahun terakhir (www.idx.co.id). Tak hanya itu, perusahaan jugadiwajibkan memenuhi persyaratan lain terkait Initial Public Offering.
Listing menjadi hal utama yang perlu diperhatikan oleh perusahaan dan tentunya mengeluarkan biaya dalam prosesnya. Dari sini terdapat beberapa kasus yang ingin kami bahas mengenai listing yang jarang diketahui investor atau masyarakat.
            Dengan adanya beberapa persyaratan dan dana yang dikeluarkan, ada perusahaan yang lebih memilih untuk melakukan backdoor listing dibandingkan IPO. Backdoor Listing atau pencatatan saham melalui pintu belakang adalah salah satu mekanisme pencatatan saham di BEI. Backdoor listing dilakukan oleh perusahaan tertutup yang ingin listing di BEI dengan cara membeli saham perusahaan terbuka yang berada di BEI sehingga perusahaan tertutup tersebut menjadi pemegang saham mayoritas di perusahaan yang sudah listing di BEI.
Backdoor Listing termasuk dalam corporate action atau aksi korporasi yang memang bisa dilakukan oleh perusahaan. Corporate Action atau Aksi Korporasi adalah tindakan emiten yang memberikan hak kepada pemegang saham dengan hak yang sama seperti hak untuk mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), hak untuk memperoleh dividen tunai, saham dividen, saham bonus, Waran, atau hak-hak lainnya. Keputusan Corporate Action harus disetujui dalam RUPS ataupun RUPSLB karena corporate action harus melalui persetujuan para pemegang saham.
            Seperti halnya IPO atau aksi korporasi lainnya, backdoor listing memiliki kelebihan dan kekurangan. Backdoor listing memiliki dua keuntungan yang pada umumnya diketahui oleh para pelaku pasar modal dibandingkan IPO yaitu backdoor listing dinilai lebih cepat dan lebih mudah dilakukan oleh perusahaan yang ingin listing di bursa. Backdoor listing biasanya dilakukan saat ada perusahaan yang ingin listing di BEI tetapi pasar modal sedang datar atau memiliki kinerja yang buruk yang mengakibatkan selera investor terhadap saham IPO cenderung rendah. Dalam kondisi ini, IPO sebuah perusahaan akan kemungkinan kecil akan diloloskan sehingga backdoor listing menjadi pilihan agar perusahaan bisa listing di bursa.
            Ada tahapan seleksi ketat serta kewajiban keterbukaan informasi yang dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada perusahaan tertutup sebelum mengantongi pernyataan efektif melakukan IPO. Aspek legalitas, kondisi fundamental serta prospek bisnis masa datang menjadi pertimbangan utama OJK dalam memberikan pernyataan efektif sebelum perusahaan melakukan penawaran umum perdana saham.
Setelah itu, ada listing rules yang ditetapkan Bursa Efek Indonesia (BEI) bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum tersebut, agar bisa melantai atau mencatatkan sahamnya di BEI. Semua proses itu bertujuan untuk melindungi kepentingan investor publik yang telah dan akan berinvestasi di pasar perdana maupun pasar sekunder perusahaan.
               Apabila perusahaan ingin mencatatkan sahamnya di BEI mekanisme IPO bukan satu-satunya jalan bagi perusahaan melantai di bursa atau menjadi perusahaan publik. Mekanisme backdoor listing bisa saja ditempuh. Backdoor listing dapat diartikan sebagai strategi perusahaan tertutup, melalui perusahaan lainnya, untuk menjadi perusahaan terbuka. Biasanya dibarengi dengan akuisisi suatu aset tertentu sekaligus penawaran umum terbatas (rights issue). Investor baru bertindak sebagai pembeli siaga dalam rights issue tersebut. Dengan begitu melalui backdoor listing, perusahaan tertutup bisa menguasai perusahaan terbuka tanpa harus memenuhi syarat penawaran umum perdana saham.
Salah satu cara perusahaan tercatat untuk mendapatkan dana ekspansi yakni dengan melakukan right issue atau penerbitan hak untuk memesan saham baru yang akan dikeluarkan oleh emiten. Menurutnya, hal tersebut membuka kesempatan bagi investor baru untuk mendapatkan saham melalui mekanisme right issue yang dilakukan perusahaan publik. Apabila ada perusahaan tertutup yang menyerap right issue dan menjadi pemegang saham terbesar maka perusahaan tersebut seolah olah menjadi listing di BEI
Lantas, bagaimana manfaat aksi backdoor listing bagi emiten maupun perusahaan tertutup? Bagi perusahaan tertutup yang ingin masuk pasar modal, bisa saja dilakukan karena mekanisme ini dianggap lebih praktis dan hemat biaya ketimbang melalui IPO. Sebab prosesnya lebih pendek karena tidak menggunakan lembaga profesi sebanyak ketika IPO juga biasanya emiten yang diambil alih berkapitalisasi kecil sehingga lebih hemat dan praktis.
Sementara bagi emiten yang diambil alih melalui skema right issue oleh perusahaan tertutup yang bertindak sebagai pembeli siaga yang nantinya menjadi perusahaan terbuka. Berpotensi menjadi lebih berkembang sebab ada banyak contoh perusahaan yang di backdoor mengalami peningkatan kinerja keuangan dan pergerakan sahamnya dan likuiditasnya juga naik.
Sebagai contoh dari perusahaan di Indonesia yang melakukan backdoor listing adalah Air Asia. AirAsia Bhd memilih emiten PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk (CMPP) sebagai target backdoor listing-nya. Pemilik saham utama CMPP sendiri yakni PT Rimau Multi Investama menguasai 76,24% atau 164,68 juta lembar saham. Sedangkan 23,76% sisanya dikuasai masyarakat. Sementara pemegang saham IAA adalah Air Asia Investment Ltd dan PT Fersindo Nusaperkasa. Nah, cara backdoor listing-nya, CMPP akan menerbitkan saham baru dengan penawaran umum terbatas (PUT I) dengan hak memesan efek terlebih (rights issue).  CMPP akan menerbitkan saham baru sebanyak 13,65 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 250 per lembar dan rasio dilusi 97,97% Saham baru CMPP ini akan diserap Air Asia Investment Ltd dan PT Fersindo Nusaperkasa sebagai pembeli siaga. Sedangkan Rimau Multi Investama selaku pemegang saham utama tidak akan mengambil bagian dari rights issue tersebut. Jika para pemegang saham publik juga tidak meresap haknya, maka akan diambil oleh dua pemegang saham IAA. Setelah proses rights issue rampung, maka komposisi pemegang saham CMPP berubah menjadi Fersindo Nusaperkasa 49,96%, Air Asia Investment Ltd 48%, Rimau Multi Investama 1,55% dan publik 0,48%. Dengan harga saham right issue tersebut, CMPP akan mengantongi dana sekitar Rp 3,4 triliun. Sekitar 76% dari dana tersebut akan digunakan untuk mengambilalih sekuritas perpetual (surat berharga) IAA senilai Rp 2,6 triliun.  Nah, sekuritas perpetual tersebut kemudian akan dikonversikan menjadi saham baru IAA. Itu artinya CMPP juga akan menjadi pemegang saham IAA.

Daftar Pustaka:




Share this

Related Posts

Previous
Next Post »